"Pancasila dalam Hak Asasi Manusia"
di
s
u
s
u
n
oleh:
Nama:khusnul khatimah.N
Nim: P07131115016
POLTEKKES KEMENKES ACEH
TAHUN AJARAN 2015-2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya lah
makalah ini dapat saya selesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini membahas
tentang “Pancasila sebagai Hak Asasi Manusia”, suatu bahasan yang sudah banyak
diperbincangkan di masyarakat, namun terkadang masih banyak yang belum memahami
secara mendasar apakah Hak Asasi Manusia (HAM) iu sendiri ?
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap individu terlahir ke dunia ini memiliki
seperangkat hak-hak yang merupakan karunia Tuhan yang diberikan secara otomatis
dimiliki oleh individu tersebut ketika ia terlahir ke dunia ini. Hal ini
sifatnya sangat mendasar dan fundamental bagi hidup dan kehidupan manusia dan
merupakan hak kodrati, yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan
manusia.
Dalam pengkajian tentang
hak-hak asasi manusia, sejarah hak asasi manusia dimulai di Inggris dengan
lahirnya Magna Charta (1215), yaitu perlindungan tentang kaum bangsawan dan
gereja. Pada tahun 1776 di Amerika Serikat terdapat Declaration of Independence
(Deklarasi Kemerdekaan) yang di dalamnya memuat hak asasi manusia dan hak asasi
warga Negara. Perkembangan selanjutnya adalah setelah Revolusi Perancis, di
Perancis tuntutan tentang hak-hak asasi warga Negara dengan semboyannya
kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan.
Pada abad ke-20
perkembangan lebih lanjut hak-hak asasi manusia tidak sekadar terbatas pada
persamaan hak, hak atas kebebasan dan hak pilih saja, tetapi meluas dan
berkembang meliputi bidang ekonomi (kesejahteraan) dan sosial budaya.Di Amerika
Serikat sewaktu Presiden Roosevelt dikenal dengan kebebasan yaitu kebebasan
berbicara, kebebasan memeluk agama, kebebasan dari rasa ketakutan dan kebebasan
berkeinginan.
Setelah Perang Dunia II
peristiwa yang penting dalam perkembangan hak-hak asasi manusia, adalah paham
demokrasi (dari, oleh, untuk) rakyat dan peristiwa penting diakuinya hak-hak
asasi manusia secara umum (universal), yaitu lahirnya “Universal Declaration of
Human Rights” sebagai pernyataan umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, pada
tangggal 10 Desember 1948 dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
di Paris, yang memuat 30 pasal tentang hak-hak asasi manusia.
Pancasila baik sebagai
dasar Negara maupun sebagai ideologi bangsa banyak mendapat sorotan. Pada
tatanan faktual misalnya selalu digeneralisasi bahwa adanya
penyimpangan-penyimpangan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, pelanggaran HAM dan bentuk lainnya seperti KKN,
dianggap sebagai bukti ketidakberdayaan ideology Pancasila dalam mengatasi
berbagai masalah bangsa yang timbul dalam era reformasi sekarang dan pengaruh
kehidupan global. Pancasila juga mendapat sorotan dari para penulis dari berbagai
disiplin ilmu.Meskipun demikian, pada dasarnya semua menyadari bahwa Pancasila
memuat sejumlah nilai dasar (sistem nilai universal) yang melandasi HAM dan
tidak dapat dipisahkan dari cita rakyat Indonesia.Pancasila tidak dapat
dipisahkan dengan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional.
Masalah HAM adalah sesuatu
hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini.
Dalam pemenuhan tentang HAM ini, kita harus ingat bahwa kita sebagai makhluk
sosial tidak dapat menghindari untuk bersentuhan atau bersinggungan dengan
kepentingan orang lain. Jangan sampai untuk memenuhi HAM pribadi masing –
masing, orang sampai melakukan pelanggaran terhadap HAM orang lain. Karena
itulah penulis tertarik untuk membahas tentang Hak Asasi Manusia.
BAB II PEMBAHASAN
2.1.1
Pengertian HAM
Hak asasi manusia adalah
hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang
dibawa sejak lahir. Menurut UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatannya, serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Menurut pendapat Jan
Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations
sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang
melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai
manusia.
John Locke menyatakan bahwa
HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai hak yang kodrati.(Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
HAM memiliki beberapa ciri
khusus, yaitu sebagai berikut:
a. Hakiki (ada pada setiap
diri manusia sebagai makhluk Tuhan).
b. Universal, artinya hak
itu berlaku untuk semua orang.
c. Permanen dan tidak dapat
dicabut.
d. Tak dapat dibagi,
artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak.
Perkembangan tuntutan HAM
berdasar tingkat kemajuan peradaban budaya dapat dibagi secara garis besar
meliputi bidang sebagai berikut.
a. Hak asasi pribadi (personal
rights)
b. Hak asasi di bidang politik
(politic rights)
c. Hak asasi di bidang ekonomi
(economic and property rights)
d. Hak asasi di bidang sosial
budaya (social and cultural rights)
e. Hak untuk memajukan ilmu
dan teknologi
f. Hak asasi untuk mendapatkan
perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights)
g. Hak asasi di bidang HANKAM
(defense and security rights)
2.1.2
Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas,
dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
1.
HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari
manusia secara otomatis.
2.
HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
2.2
Sejarah dan Perkembangan HAM
Sejarah dan perkembangan mengenai HAM sudah
ada dari dahulu, dimulai dari pemikiran – pemikiran tentang HAM pasca Perang
Dunia II yang dibagi ke dalam empat generasi, yaitu :
1. Generasi pertama berpendapat bahwa
pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM
generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan
situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru
merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
2. Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja
menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan
budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep
dan cakupan hak asasi manusia.Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang
mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya,
hak ekonomi dan hak politik.
3. Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran
HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak
ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut
dengan hak-hak melaksanakan pembangunan.Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran
HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan
terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama,
sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena
banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
4. Generasi keempat yang mengkritik peranan
negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada
pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek
kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak
berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan
sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara
di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia
yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government
Dari pemikiran – pemikiran tersebut, nantinya
akan menghasilkan hal – hal penting mengenai perkembangan HAM di dunia. Hal –
hal tersebut yaitu
1.
Magna Charta (1215) Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya
HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain
memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang
menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang
dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung
jawabannya dimuka hukum ( Mansyur Effendi, 1994 ).
2.
Declaration of Independence of The United States (1776) Perkembangan HAM
selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence
yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa
manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis
bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
3.
Declaration des Droits de Il ‘Homme et du Ctoyen (1789) Selanjutnya, pada tahun
1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan
tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara
lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan
itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang
ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah,
sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia
bersalah.
4.
Atlantic Charter (1941) Atlantik Charter muncul setelah perang dunia ke II oleh
F.D. Roosevelt. Pada Atlantic Charter terdapat empat hak kebebasan utama yang
harus dimiliki oleh setiap orang tanpa terkecuali, yang disebut The Four
Freedom, yaitu :
a.
Hak untuk memiliki kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat,
b.
Hak untuk memiliki kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran
agama yang diperlukannya,
c.
Hak untuk memiliki kebebasan dari kemiskinan, yang dapat diartikan bahwa setiap
bangsa berhak untuk berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan
sejahtera bagi penduduknya, d. Hak untuk memiliki kebebasan dari ketakutan,
yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa
berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap negara lain
( Mansyur Effendi,1994).
5.
Universal Declaration of Human Rights (1948) Merupakan deklarasi yang diumumkan
oleh PBB, mengenai hak – hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Deklarasi
ini terdiri dari 30 pasal yang mengatur mengenai hak – hak tersebut. Sementara
itu, untuk perkembangan HAM di Indonesia dapat digolongkan menjadi :
1.
Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische
Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan
yang sama hak kemerdekaan.
2.
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD
dalam 4 periode, yaitu :
i.
Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945
ii.
Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik
Indonesia Serikat
iii.
Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950
iv.
Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945
2.3 Implementasi HAM dalam Pancasila
HAM merupakan salah satu contoh dari
penerapan pancasila sila kedua.Maksudnya disini adalah bagaimana HAM
benar-benar dilaksanakan dan dijunjung tinggi dengan tetap berpegang pada
pernyataan pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Di
dalam kehidupan bangsa, manusia mempunyai kedudukan sebagai warga masyarakat
dan warga negara. Oleh karena itu, mereka berhak untuk memiliki suatu kedudukan
(harkat, martabat, dan drajat) yang sama. Sila kedua pancasila ini mengandung
nilai-nilai kemanusiaan yang mengakui adanya harkat dan martabat manusia,
mengakui bahwa semua manusia adalah bersaudara, mengakui bahwa setiap manusia
berhak diperlakukan secara adil, dan pengakuan bahwa setiap manusia wajib
mengembangkan kehidupan bersama yang semakin berbudaya (beradab).
Peraturan pelaksanaan hak asasi manusia
berbentuk peraturan perundang-undangan yang bersumber pada pancasila.Dalam
pelaksanaannya, hak asasi perlu dilindungi dengan pelaksanaan
kewajibannya.Setiap orang mempunyai hak asasi. Sesuai dengan ajaran hak asasi dalam
berbagai peraturan yang berlaku, hak asasi manusia tidak dapat dilaksanakan
secara mutlak sebab kalau dilaksanakan secara mutlak maka akan melanggar hak
asasi orang lain. Jadi batas pelaksanaan hak asasi adalah hak milik orang lain.
.
Implementasi HAM dapat dipahami secara benar
maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya HAM
dalam kehidupan sosial maupun kehidupan individu yang tercermin dalam sikap dan
perilaku sehari-hari, upaya tersebut harus diupayakan secara terus menerus ke
setiap orang sedini mungkin melalui pendidikan HAM baik pendidikan formal
maupun non formal. Implementasi HAM tidak hanya disadari dengan pikiran tetapi
harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh agar tercipta keseimbangan hidup di
dalam masyarakat.
2.4
Prinsip HAM dalam Sila-sila dari Pancasila
The founding fathers setelah melakukan
perenungan yang dalam dan panjang akhirnya menyepakati, menetapkan serta
mengesahkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar dan ideologi Negara
pada 18 Agustus 1945.sumber bahan dan nilai Pancasila digali dari diri bangsa
Indonesia sendiri.
Nilai
yang terkandung dalam lima sila Pancasila, menurut Hamid Attamimi (BP-7 Pusat,
1993:69) memiliki fungsi konstruktif dan regulatif. Fungsi konstruktif
mengandung arti bahwa Pancasilalah yang menentukan apakah tata hukum Indonesia
merupahan tata hukum yang benar.Pancasila di sini merupakan dasar suatu tata
hukum, yang tanpa itu suatu tata hukum kehilangan arti dan makna sebagai
hukum.Pancasila juga memiliki fungsi regulatif yang menentukan apakah hukum
positif yang berlaku di Indonesia merupakan hukum yang adil atau tidak.
Bila mengacu kepada fungsi konstruktif dan
regulatif dari Pancasila, maka menjadi catatan kita bersama bahwa setiap proses
perumusan perundang-undangan (termasuk di dalamnya UU tentang HAM), para
perumus harus selalu menjadikan nilai-nilai universal dan bahkan nilai lokal
yang terkandung dalam Pancasila sebagai acuannya.
Sistem nilai universal dari Pancasila yang
melandasi HAM adalah
(a) nilai religius atau ketuhanan,
(b) nilai kemanusiaan,
(c) nilai persatuan,
(d) nilai kerakyatan, dan
(e) nilai keadilan.
Nilai religius (ketuhanan) yang diamanatkan
dalam sila pertama, dapat dikatakan merupakan suatu keunikan dalam
penyelenggaraan Negara RI dibandingkan dengan Negara-negara Barat misalnya,
yang tentunya berangkat dari kondisi masyarakat Indonesia sendiri.Ide tentang
HAM bagi bangsa Indonesia adalah HAM yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai
ketuhanan.Karena HAM bersumber dari nilai-nilai ketuhanan sehingga HAM yang
dikembangkan tidak menyalahi aturan yang ditetapkan Tuhan.
Manusia dengan menempatkan dirinya sebagai
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, maka pada dasarnya manusia itu, termasuk
manusia yang menyelenggarakan kekuasaan tidak akan berarti apapun dalam
kehidupannya tanpa kekuasaanNya, sebab di depan Tuhan semua manusia sama.
Harkristuti Harkrisnowo (2002: 5), merinci
kerangka pikiran utama yang dapat ditarik dari sila pertama Pancasila dalam
kaitannya dengan HAM (termasuk kaitannya dengan hukum) adalah:
a.
Negara berkewajiban untuk menjamin hak dan kebebasan dasar pada setiap individu
untuk beragama secara bebas.
b.
Ketentuan perundang-undangan harus selalu mengacu pada nilai-nilai ke-Tuhan-an
yang universal
c.
Semua individu dalam Negara memiliki hak yang asasi untuk memilih dan
menjalankan ibadahnya sesuai dengan apa yang ia percaya, dan tiada apapun yang
dapat memaksanya untuk memilih dan menjalankan ibadahnya tersebut.
Kemanusaiaan yang adil dan beradab sebagai
sila kedua Pancasila mengandung nilai kemanusiaan, yaitu pengakuan terhadap
adanya martabat manusia dengan segala hal asasinya yang harus dihormati oleh
siapapun, dan perlakuan yang adil terhadap sesama manusia. Pengertian manusia
beradab adalah manusia yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan iman, sehingga
nyatalah bedanya dengan makhluk lain (Suhadi, 2003: 42). Nilai-nilai
kemanusiaan ini merupakan sumber nilai bagi HAM. Tanpa nilai kemanusiaan, HAM
akan mengakibatkan manusia ke luar dari jatidirinya sebagai manusia. Untuk itu,
kemanusiaan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia adalah berkeadilan dan
berkeadaban.Karena itu perwujudan HAM harus meningkatkan keadilan dan peradaban
manusia.Sila kedua Pancasila inilah yang melandasi sejumlah hak dan kebebasan
mendasar bagi seluruh individu yang berada dalam wilayah Indonesia.
Prinsip yang terkandung dalam sila kedua
Pancasila menjadi landasan untuk berperilaku terhadap sesama (Harkristuti
Harkrisnowo, 2002:8), yang pada dasarnya antara lain adalah:
a. Setiap individu memiliki
kebebasan mendasar yang dijamin Negara dan hanya dibatasi oleh kebebasan orang
lain.
b. Setiap individu harus
diberlakukan sama oleh Negara tanpa melihat asal-usul biologis maupun
sosialnya.
c. Hak atas hidup yang
berkualitas, hak atas rasa aman dari ancaman, serangan atau derita apapun
dimiliki oleh setiap individu.
d. Setiap individu harus
dilindungi dan berhak untuk tidak disiksa secara psikis maupun psikologis dan
pejabat publik.
Sila ketiga pancasila yakni persatuan
Indonesia mengandung nilai-nilai persatuan bangsa. Nilai persatuan yang ada
disesuaikan dengan nilai-nilai ke-Indonesia-an. Nilai persatuan yang dimaksud
adalah kondisi dinamis untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan secara terus
menerus dari bangsa Indonesia yang sangat heterogen, baik dari segi ras, suku,
agama, tingkat ekonomi maupun keyakinan politik. Sila ketiga Pancasila inilah
yang membuahkan kerangka pikir, misalnya penghormatan kepada setiap perbedaan
yang ada, penghormatan pada hukum dan masyarakat adat, harmoni dan
keseimbangan.
Kerakyatan yang dipimpin olah hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, sebagai sila keempat
pancasila, merupakan asas yang menghasilkan seperangkat nilai yang menjadi
landasan kehidupan sebagai warga Negara dalam pemerintahan, yang dirumuskan
dalam hak untuk turut serta dalam pemerintahan. Manusia Indonesia sebagai warga
Negara dan warga masyarakat mempuyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
Di dalam menyelesaikan masalah bersama diutamakan musyawarah dengan melibatkan
seluruh komponen ikut berpartisipasi dalam masalah tersebut.
Pada dasarnya asas yang dianut dalam sila
keempat Pancasila adalah mengutamakan partisipasi publik yang merupakan salah
satu unsur dalam kerangka Good Governance. Implikasinya adalah bahwa dalam
proses pengambilan keputusan, publik harus dilibatkan untuk menyuarakan
aspirasi mereka.
Sila kelima pancasila di dalamnya terkandung
nilai – nilai keadilan sosial, antara lain berupa
(a) perwujudan keadilan
sosial dalam kehidupan masyarakat meliputi seluruh rakyat Indonesia,
(b) keadilan dalam
kehidupan social terutama meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial,
kebudayaan, serta pertahanan keamanan, dan
(c) cita-cita masyarakat
adil makmur material dan spiritual secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia,
(d) adanya keseimbangan
antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang lain, dan
(e) cinta akan kemajuan dan
pembangunan.
Nilai keadilan harus menjadi dasar dalam
pembangunan HAM karena tanpa keadilan HAM akan menjadi manusia kehilangan jati
dirinya sebagai manusia. Menjadilah ia bertindak sewenang-wenang dan melanggar
HAM manusia lainnya. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
mengandung elemen keadilan yang sebenarnya lebih dari sekedar keadilan menurut
hukum (legal justice).
Sila kelima Pancasila ini menurut Harkristuti
Harkrisnowo (2002:10), membawa ke depan sejumlah landasan pikir bagi semua
komponen yang menyangkut antara lain:
a. Hak atas pendidikan,
pekerjaan, perumahan yang layak bagi setiap insan
b. Hak atas keadilan hukum
yang didasarkan pada asas persamaan di muka hukum.
c. Adannya mekanisme hukum
yang memastikan bahwa keadilan diberikan pada setiap insan.
2.5
Upaya Penegakan HAM
Untuk menjaga penegakkan HAM, maka dibutuhkan
suatu lembaga yang memantau proses penegakkan HAM. Di dalam PBB sendiri
terdapat beberapa badan yang mengatur tentang penegakkan HAM secara
internasional. Hal ini membuat Indonesia membangun suatu mekanisme penegakkan
HAM untuk mengawasi proses penegakkan HAM di Indonesia. Berikut ini adalah
lembaga – lembaga ( internasional dan nasional ) yang mengawasi proses
penegakkan HAM di dunia internasional :
1. Office of the United Nations High Commissioner for
Human Rights Agen PBB yang bekerja untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi
manusia yang dijamin di bawah hukum internasional dan ditetapkan dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 2. United Nations Security Council
Salah satu organ utama Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertugas memelihara
perdamaian dan keamanan internasional. Kekuasaannya, yang diatur dalam Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk pembentukan operasi penjaga perdamaian ,
pembentukan sanksi internasional, dan memiliki otorisasi tindakan militer.
Kekuasaan tersebut telah ditinjau melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB Resolusi.
3. United Nations Human Rights Council Badan
antar-pemerintah dalam Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bertindak sebagai
penghubung ke Komisi PBB tentang Hak Asasi Manusia dan sebagai bagian dari
Majelis Umum PBB. Dalam menjalankan pekerjaannya badan ini bekerja sama dengan
Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia dan melibatkan Perserikatan
Bangsa-Bangsa
4. International Criminal Court Pengadilan yang berfungsi
untuk menuntut individu-individu yang melakukan tindakan genosida, kejahatan
terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi.
5. OSCE Representative on Freedom of the Media Pengawas
dalam bidang perkembangan media di 56 negara anggota yang berpartisipasi di
OSCE ( Organization for Security and Cooperation in Europe ). Perwakilan akan
memberikan peringatan dini apabila terjadi pelanggaran kebebasan berekspresi
dan akan melanjutkan ke perwakilan OSCE sesuai dengan prinsip-prinsip dan
komitmen tentang kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
6. UNESCO Sebuah badan
khusus PBB yang didirikan pada tanggal 16 November 1945.
Bada
ini memiliki tujuan untuk memberikan kontribusi pada perdamaian dan keamanan
internasional dengan mempromosikan melalui kolaborasi pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan budaya dalam rangka mensosialisasikan hormat kepada keadilan,
aturan hukum, dan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar seperti yang
dinyatakan dalam Piagam PBB. Badan ini merupakan perwujudan dari Liga
Bangsa-Bangsa pada bagian Komisi Kerjasama dalam bidang Intelektual
Dalam lingkup nasional juga terdapat beberapa
lembaga yang mengawasi proses penegakkan HAM, diantaranya :
1. Mahkamah Konstitusi Lembaga tinggi negara
ini dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Menurut Undang – Undang Mahkamah Konstitusi
memiliki tugas sebagai berikut :
a. Berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
b. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut UUD 1945.
Pada dasarnya, secara strict wewenang
Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap konstitusi merupakan uji
konstitusionalitas sehingga dikenal sebagai constitutional review. Dalam
pelaksanaannya di Indonesia, dan berbagai negara, uji konstitusionalitas itu
disandarkan kepada suatu alas hak (legal standing) bahwa undang-undang yang
diuji telah merugikan hak dan/atau wewenang konstitusional pemohon
constitutional review. Rumusan ini perlu sedikit dijelaskan.Pertama, dirumuskan
sebagai “hak dan atau wewenang”.Wewenang konstitusional lebih terkait dengan
kewenangan lembaga negara yang berhak pula untuk memohon constitutional review
terhadap undang-undang dalam hal suatu undang-undang dinilai bertentangan
dengan konstitusi (dalam hal ini menyangkut kewenangan lembaga negara pemohon
pengujian).Kedua, hak konstitusional lebih dekat dengan jaminan perlindungan
hak asasi manusia bagi warga negara.
Secara kategoris, jaminan hak asasi manusia
dalam Undang-Undang Dasar 1945 mencakup hak-hak sosial-politik, hak-hak
kultural dan ekonomi, hak-hak kolektif, hak atas pembangunan dan lain-lain.
Jaminan hak asasi manusia dalam UUD RI tersebar dalam sejumlah pasal antara
lain 18B (2), 26, 27-28, 28A-28J (Bab XA), 29 (Bab Agama), 31-32 (Bab
Pendidikan dan Kebudayaan), 33-34 (Bab Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial), 30
(Bab Pertahanan dan Keamanan).Jadi, pengaturan konstitusional mengenai hak
asasi manusia tidak terbatas pada Bab XA tentang HAM.Di sini perlu diberikan
catatan tentang perumusan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pertama, pada umumnya hak tersebut dirumuskan
sebagai hak setiap orang atau individual rights. Hanya beberapa hak saja yang
dirumuskan sebagai hak warga negara, misalnya tentang kesempatan yang sama
dalam pemerintahan, hak dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, dan hak
memperoleh pendidikan (berturut-turut lihat Pasal 28D ayat (3), Pasal 30 ayat
(1) dan Pasal 31 ayat (1) UUD 1945).
Kedua, perbedaan perumusan ini membawa
implikasi. Perumusan hak asasi manusia sebagai hak perseorangan (individual)
berarti memberi peluang untuk dijamin dalam sistem hukum manapun (berdasarkan
prinsip universalitas hak asasi manusia), meskipun peluang ini dapat terhalang
oleh ketentuan prosedural hukum acara yang hanya memberi akses peradilan
nasional kepada warga negara. Di sisi lain, perumusan hak-hak konstitusional
sebagai hak warga negara hanya terbatas bagi warga negara yang bersangkutan
(bukan sebagai hak semua orang).
Ketiga, meskipun dirumuskan sebagai hak asasi
manusia tetapi pelaksanaan hak konstitusional tertentu memang terkait dengan
hubungan konstitusional (constitutional and political relations) pemegang hak
yang bersangkutan dengan konstitusi dan negara. Ini mencakup, misalnya, hak
untuk memperoleh kesempatan yang sama (equal opprtunity and treatment) di muka
pemerintahan. Sebagai hak asasi manusia, hak seperti ini hanya dapat dipenuhi
kepada warga negara. Begitu pula, “hak konstitusional” untuk menikmati
kewajiban negara dalam menyediakan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dalam
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) maupun APBD (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah), merupakan hak warga negara (perhatikan bahwa besaran
anggaran merupakan pilihan politik dan hanya beberapa negara yang menentukan
besaran tersebut).
Dalam konteks pemahaman di atas, beberapa hak
telah secara meyakinkan “ditegakkan” (dalam arti dikabulkan) melalui Putusan
Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang.Beberapa contoh dikemukakan
di sini.
Pertama, hak politik eks-PKI dan tahanan
politik untuk menyalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam Putusan No.
11-017/PUU-I/2003 (pengujian UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD, dan DPRD).
Kedua, hak sipil berupa larangan penerapan
Undang-Undang Anti Terorisme 2001 secara retroaktif dalam Putusan No.
013/PUU-I/2003 (pengujian UU No. 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Perpu No. 2
Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme untuk kasus Bom Bali). Hak yang ditegakkan melalui
putusan merupakan hak yang secara konstitusional termasuk kategori “tak dapat
dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun”.
Ketiga, dalam kaitan ini perlu disebut
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-IV/2006 (pengujian UU No. 27 Tahun 2004
tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi).Dua hal yang kontradiktif perlu
dicermati dari putusan ini.Pembatalan ketentuan pemberian amnesti terhadap
pelanggaran berat hak asasi manusia (gross violation of human rights), yang
terdapat dalam UU KKR 2004, memang sesuai dengan rezim hak asasi manusia
internasional. Tetapi, di sisi lain, keberadaan ketentuan tersebut tidak dengan
cukup menjadi dasar untuk menihilkan keseluruhan UU KKR 2004 maupun makna KKR
dalam penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.
Keempat, hak sipil dan politik tentang
kebebasan berpendapat dalam kaitan dengan penghinaan terhadap kepala negara di
dalam Putusan No. 013-022/PUUIV/2006 (pengujian Pasal 134, Pasal 136 bis, dan
Pasal 137 KUHP).
Kelima, hak sosial-kultural dalam Putusan No.
011/PUU-III/2005 (pengujian UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional). Putusan ini membatalkan penjelasan UU Sisdiknas 2003 yang menentukan
bahwa anggaran pendidikan sebesar 20 persen dalam APBN dan APBD dipenuhi secara
bertahap. Tidak semua putusan yang dicontohkan di atas berdampak langsung dalam
kenyataan sosiologis, meskipun putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan
mengikat. Legal efficacy putusan sering ditentukan dalam putusan yang
bersangkutan, misalnya hak eks-PKI dan tapol tidak berlaku meskipun putusan
dijatuhkan sebelum Pemilu 2004, dan terutama karena terdapat ketentuan bahwa
undang-undang yang diuji tetap berlaku sebelum dibatalkan dan dipandang sebagai
prinsip bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tidak bersifat retroaktif.
Sebagai lembaga yang diamanatkan oleh
Perubahan Ketiga UUD 1945 (tahun 2001) dan baru bekerja sejak akhir tahun 2003,
mekanisme nasional penegakan hak asasi manusia oleh Mahkamah Konstitusi masih
harus ditunggu kecenderungannya.Selain itu, pengujian undang-undang pun belum
merupakan tradisi yang mapan dan kehidupan konstitusional yang baru,
pascaamandemen konstitusi, masih dalam tahap pembentukan.
2. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Komnas HAM dibentuk melalui Keppres No. 5
Tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993. Enam tahun kemudian, atau dua tahun
setelah pemerintahan Soeharto jatuh, dasar hukum dirubah dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih kuat, yaitu Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang ini juga memberi wewenang yang lebih
kuat pada lembaga tersebut. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 75 Undang –
Undang Nomor 39 Tahun 1999, Komnas HAM memiliki mandat untuk :
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan hak asasi manusia, baik yang ada dalam perangkat hukum nasional
maupun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Piagam PBB,
2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan
hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan
kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan
Untuk mencapai tujuan tersebut, Komnas HAM
melakukan empat (4) fungsi pokok, yaitu a. Pemantauan,
b. Penelitian/pengkajian,
c. Mediasi,
d. Pendidikan
Sejak itu pelaksanaan empat fungsi tersebut
dibagi dalam 4 sub komisi yaitu :
i. Sub Komisi Pemantauan,
ii. Sub Komisi Penyuluhan,
iii. Sub Komisi Pengkajian/Penelitian, dan
iv. Sub Komisi Mediasi
Dalam hubungan keluar Komnas HAM bertindak
sebagai satu kesatuan dan anggota sub komisi dapat bertugas di sub komisi yang
lain.
3. Pengadilan Hak Asasi Manusia
4. Pengadilan HAM Ad Hoc
5. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
6. Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan
efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (yang selanjutnya akan disebut dengan KPAI) dibentuk untuk merespon
berbagai laporan tentang adanya kekerasan, penelantaran dan belum terpenuhinya
hak-hak dasar anak di Indonesia. Keputusan politik untuk membentuk KPAI juga
tidak dapat dilepaskan dari dorongan dunia internasional.Komunitas
internasional menyampikan keprihatinan mendalam atas kondisi anak di
Indonesia.Banyaknya kasus pekerja anak, anak dalam area konflik, pelibatan anak
dalam konflik senjata (childs soldier) seperti yang terjadi di Aceh, tingginya
angka putus sekolah, busung lapar, perkawinan di bawah umur, trafficking, dan
lain sebagainya telah memantik perhatian komunitas internasional untuk menekan pemerintah
Indonesia agar membuat lembaga khusus yang bertugas memantau kondisi
perlindungan anak di Indonesia. KPAI memiliki tugas sebagai berikut :
a. melakukan sosialisasi seluruh ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak,
mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan
penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak,
b. memberikan laporan, saran, masukan, dan
pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
KPAI terdiri dari 9 orang berupa 1 orang
ketua, 2 wakil ketua, 1 sekretaris, dan 5 anggota yang terdiri dari unsur
pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan
kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak.
7. Komisi Nasional Perempuan
Institusi hak asasi manusia yang dibentuk
oleh negara untuk merespon isu hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia,
khususnya isu kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan didirikan pada
tahun 1998 berdasarkan Keputusan Presiden No. 181 tahun 1998, sebagai jawaban
pemerintah atas desakan kelompok perempuan terkait dengan peristiwa yang
dikenal sebagai tragedi Mei 1998--di mana terjadi perkosaan massal terhadap
perempuan etnis Tionghoa di beberapa daerah di Indonesia. Pada saat itu, negara
dianggap telah gagal memberi perlindungan kepada perempuan korban
kekerasan.Oleh karena itu, negara, dalam hal ini pemerintah yang diwakili oleh
Presiden RI, Habibie, menganggap bahwa negara harus bertanggung jawab kepada
korban dan kemudian melakukan upaya yang sistematis untuk mengatasi kekerasan
terhadap perempuan. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 181 tahun 1998 yang
diperbaharui dalam Peraturan Presiden (PerPres) No. 65 tahun 2005, maka
keberadaan Komnas Perempuan bertujuan untuk :
a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak
asasi perempuan di Indonesia,
b. Meningkatkan upaya pencegahan dan
penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
Dalam mencapai tujuan tersebut, Perpres No.
65 tahun 2005 meletakkan 5 tugas yang harus dijalankan oleh Komnas Perempuan,
yang meliputi penyebarluasan pemahaman, kajian dan penelitian, pemantauan,
rekomendasi dan kerjasama regional dan internasional dengan penjabaran sebagai
berikut:
1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan (KTP) Indonesia dan upaya-upaya pencegahan
dan penanggulangan serta penghapusan segala bentuk KTP,
2. Melakukan Kajian dan penelitian terhadap
berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku serta berbagai instrumen
internasional yang berlaku serta instrumen internasional yang relevan bagi
perlindungan hak asasi manusia perempuan,
3. Melaksanakan pemantauan termasuk pencarian
fakta dan pendokumentasian tentang segala bentuk KTP dan pelanggaran hak asasi
manusia perempuan serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan
pengambilan langkah – langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan,
4. Memberikan saran dan pertimbangan kepada
pemerintah, lembaga legislatif dan yudikatif serta organisasi-organisasi
masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan
kebijakan yang mendukung upaya – upaya pencegahan dan penanggulangan segala
bentuk KTP Indonesia serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak asasi
manusia perempuan,
5. Mengembangkan kerjasama regional dan
internasional guna meningkatkan upaya – upaya pencegahan dan penanggulangan
segala bentuk KTP Indonesia serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak asasi
manusia perempuan.
8. Komisi Ombudsman Nasional
Terbentuknya Komisi Ombudsman Nasional tidak
didasari secara khusus oleh semangat untuk melindungi, menegakkan dan memenuhi
hak-hak asasi warga negara Indonesia.Kemunculan Komisi Ombudsman Nasional lebih
didasari oleh semangat reformasi yang bertujuan menata kembali perikehidupan
berbangsa dan bernegara serta dalam rangka melakukan reformasi birokrasi yang
telah mandeg selama puluhan tahun.
Semangat untuk melakukan reformasi birokrasi
inilah yang sangat terasa dan pada saat dimunculkannya Komisi Ombudsman
Nasional sedang menjadi pembicaraan meluas di kalangan masyrakat.Walaupun tidak
serta merta tujuan perlindungan hak asasi manusia tidak ada, namun secara
formal dibentuknya Komisi Ombudsman Nasional lebih dikarenakan tuntutan
reformasi birokrasi. Dilihat dari mekanisme pertanggung jawabannya, ombudsman
dapat dibedakan menjadi :
1. Ombudsman Parlementer, yaitu Ombudsman
yang dipilih pleh parlemen dan bertanggungjawab (laporan) kepada Parlemen.
2. Ombudsman Eksekutif, yaitu Ombudsman yang
dipilih oleh Presiden, Perdana Menteri atau Kepala Daerah, dan bertanggungjawab
(laporan) kepada Presiden, Perdana Manteri atau Kepala Daerah.
Komisi Ombudsman, memiliki tujuan :
a.
Membantu menciptakan dan/atau mengembangkan kondisi yang kondusif dalam
melaksanakan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
b. meningkatkan perlindungan hak-hak
masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan dan kesejahteraan secara
lebih baik.
Tujuan tersebut diharapkan akan tercapai
dengan cara :
1. Melakukan sosialisasi dan diseminasi
pemahaman mengenai lembaga Ombudsman kepada masyarakat luas,
2. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama
dengan Instansi Pemerintah, Perguruan Tinggi, lembaga Swadaya Masyarakat, Para
Ahli, Praktisi, Organisasi Profesi dan lain-lain,
3. Melakukan langkah untuk menindaklanjuti
laporan atau informasi mengenai terjadinya penyimpangan oleh penyelenggaraan
negara dalam melaksanakan tugasnya maupun dalam memberikan pelayanan umum,
4.
Mempersiapkan konsep Rancangan Undang-Undang tentang Ombudsman Nasional.
2.6
Praktik Pelanggaran HAM di Indonesia
Pendekatan pembangunan yang mengutamakan
"Security Approach" selama lebih kurang 32 tahun orde baru berkuasa
"Security Approach" sebagai kunci menjaga stabilitas dalam rangka
menjaga kelangsungan pembangunan demi pertumbuhan ekonomi nasional. Pola
pendekatan semacam ini, sangat berpeluang menimbulkan pelanggaran hak asasi
manusia oleh pemerintah, karena stabilitas ditegakan dengan cara-cara represif oleh
pemegang kekuasaan.
2.7 Masalah yang Dihadapi dalam Penegakan HAM
Masalah HAM merupakan masalah yang kompleks,
setidak-tidaknya ada tiga masalah utama yang harus dicermati dalam membahas
masalah HAM, antara lain:
Pertama, HAM merupakan masalah yang sedang
hangat dibicarakan, karena
(1) topik HAM merupakan salah satu di antara
tiga masalah utama yang menjadi keprihatinan dunia. Ketiga topik yang
memprihatinkan itu antara lain: HAM, demokratisasi dan pelestarian lingkungan
hidup.
(2) Isu HAM selalu diangkat oleh media massa
setiap bulan Desember sebagai peringatan diterimanya Piagam Hak Asasi Manusia
oleh Sidang Umum PBB tanggal 10 Desember 1948.
(3) Masalah HAM secara khusus kadang
dikaitkan dengan hubungan bilateral antara negara donor dan penerima
bantuan.Isu HAM sering dijadikan alasan untuk penekanan secara ekonomis dan
politis.
Kedua, HAM sarat dengan masalah tarik ulur
antara paham universalisme dan partikularisme.Paham universalisme menganggap
HAM itu ukurannya bersifat universal diterapkan di semua penjuru
dunia.Sementara paham partikularisme memandang bahwa setiap bangsa memiliki
persepsi yang khas tentang HAM sesuai dengan latar belakang historis
kulturalnya, sehingga setiap bangsa dibenarkan memiliki ukuran dan kriteria
tersendiri.
Ketiga, Ada tiga tataran diskusi tentang HAM,
yaitu
(1)
tataran filosofis, yang melihat HAM sebagai prinsip moral umum dan berlaku
universal karena menyangkut ciri kemanusiaan yang paling asasi.
(2)
tataran ideologis, yang melihat HAM dalam kaitannya dengan hak-hak
kewarganegaraan, sifatnya partikular, karena terkait dengan bangsa atau negara
tertentu.
(3)
tataran kebijakan praktis sifatnya sangat partikular karena memperhatikan
situasi dan kondisi yang sifatnya insidental.
Masalah HAM juga diatur dalam Ketetapan MPR
No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.Pada bagian pandangan dan sikap
bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia, terdiri dari pendahuluan,
landasan, sejarah, pendekatan dan substansi, serta pemahaman hak asasi manusia
bagi bangsa Indonesia. Pada bagian Piagam Hak Asasi Manusia terdiri dari
pembukaan dan batang tubuh yang terdiri dari 10 bab 44 pasal. Pada pasal-pasal
Piagam HAM ini diatur secara eksplisit antara lain:
1. Hak untuk hidup
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak mengembangkan diri
4. Hak keadilan
5. Hak kemerdekaan
6. Hak atas kebebasan informasi
7. Hak keamanan
8. Hak kesejahteraan
9. Kewajiban menghormati hak
orang lain dan kewajiban membela negara
10. Hak perlindungan dan pemajuan.
2.8
Upaya Pencegahan Pelanggaran HAM di Indonesia
1. Pendekatan Security yang terjadi di era
orde baru dengan mengedepankan upaya represif menghasilkan stabilitas keamanan
semu dan berpeluang besar menimbulkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia
tidak boleh terulang kembali, untuk itu supremasi hukum dan demokrasi harus
ditegakkan, pendekatan hukum dan dialogis harus dikemukakan dalam rangka
melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama
ini terbukti tidak memuaskan masyarakat, bahkan berdampak terhadap timbulnya
berbagai pelanggaran hak asasi manusia, untuk itu desentralisasi melalui
otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah perlu dilanjutkan, otonomi daerah sebagai jawaban untuk
mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjutkan
dan dilakukan pembenahan atas segala kekurangan yang terjadi.
3. Reformasi aparat pemerintah dengan merubah
paradigma penguasa menjadi pelayan masyarakat dengan cara mengadakan reformasi
di bidang struktural, infromental, dan kultular mutlak dilakukan dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan public untuk mencegah terjadinya berbagai
bentuk pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah.
4. Perlu penyelesaian terhadap berbagai
Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal di tanah air yang telah melahirkan
berbagai tindakan kekerasan yang melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama
kelompok masyarakat dengan acara menyelesaikan akar permasalahan secara
terencana, adil, dan menyeluruh.
5. Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan
mendapatkan perlindungan yang sama bagi semua hak asasi manusia di bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan bidang lainnya, termasuk hak untuk
hidup, persamaan, kebebasan dan keamanan pribadi, perlindungan yang sama
menurut hukum, bebas dari diskriminasi, kondisi kerja yang adil.
6. Anak sebagai generasi muda penerus bangsa
harus mendapatkan manfaat dari semua jaminan hak asasi manusia yang tersedia
bagi orang dewasa. Anak harus diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat
dan harga dirinya, yang memudahkan mereka berintraksi di dalam masyarakat, anak
tidak boleh dikenai siksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam dan tidak
manusiawi, pemenjaraan atau penahanan terhadap anak merupakan tindakan ekstrim
terakhir, perlakuan hukum terhadap anak harus berbeda dengan orang dewasa, anak
harus mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana fisik dan
psikologis yang memungkinkan anak berkembang secara normal dan baik, untuk itu
perlu dibuat aturan hukum yang memberikan perlindungan hak asasi anak, setiap
pelanggaran terhadap aturan harus ditegakan secara professional tanpa pandang
bulu.
7. Supremasi hukum harus ditegakan, sistem
peradilan harus berjalan dengan baik dan adil, para pejabat penegak hukum harus
memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan kepadanya dengan memberikan pelayanan
yang baik dan adil kepada masyarakat pencari keadilan, memberikan perlindungan
kepada semua orang dari perbuatan melawan hukum, menghindari tindakan kekerasan
yang melawan hukum dalam rangka menegakan hukum.
8. Perlu adanya kontrol dari masyarakat
(Social control) dan pengawasan dari lembaga politik terhadap upaya-upaya
penegakan hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah.
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Hak asasi manusia adalah
hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang
dibawa sejak lahir.Ciri pokok hakikat HAM yaitu HAM tidak perlu diberikan,
dibeli ataupun diwarisi, HAM berlaku untuk semua orang, dan HAM tidak bisa
dilanggar.
2. Hal – hal penting mengenai
perkembangan HAM di dunia, seperti magna charta, Declaration of Independence of
The United States, Declaration des Droits de Il ‘Homme et du Ctoyen, Atlantic
Charter, Universal Declaration of Human Rights, ternyata dihasilkan dari
pemikiran-pemikiran mengenai perkembangan HAM terdahulu yang dibagi ke dalam
empat generasi.
3. HAM merupakan salah satu
contoh dari penerapan pancasila sila kedua.Hak asasi manusia dalam pancasila
harus selalu ada keserasian atau keseimbangan antara hak dan kewajiban itu
sesuai dengan hakikat kehidupan manusia.
4. Prinsip HAM dilandasi oleh
system nilai universal dalam Pancasila yaitu (a) nilai religius atau ketuhanan,
(b) nilai kemanusiaan, (c) nilai persatuan, (d) nilai kerakyatan, dan (e) nilai
keadilan.5. Upaya
penegakan HAM dilaksanakan oleh lembaga internasional maupun lembaga nasional.
Lembaga internasional misalnya Office of the United Nations High Commissioner
for Human Rights, United Nations Security Council, United Nation Human Rights
Council, International Criminal Court, dll. Dan lembaga nasional misalnya
Mahkamah Konstitusi, Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi
Ombudsman Nasional, dll.
6. Pelanggaran HAM di
Indonesia masih sering terjadi.Hal ini menunjukkan bahwa instrumentasi tentang
HAM belum mampu melindung warga Negara.
7. Masalah utama yang dihadapi
dalam penegakan HAM yaitu HAM merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan,
HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme dan
partikularisme, serta ada tiga tataran diskusi tentang HAM.
8. Upaya pencegahan
pelanggaran HAM di Indonesia dilaksanakan dengan pendekatan security, desentralisasi
melalui otonomi daerah, penegakan supremasi hukum, kontrol dari masyarakat
(Social control), dll.
3.2
Saran
Dengan demikian, segala hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, bahkan moral negara, politik
Negara, pemerintahan Negara, hokum dan peraturan perundang-undangan Negara,
kebebasan dan hak asasi warga Negara, harus dijiwai dengan nilai-nilai
Pancasila dan sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan
memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lainjangan sampai kita melakukan pelanggaran
HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan diinjak-injak oleh orang
lain. Diharapkan juga kepada pemerintah dan instansi yang berkaitan dengan
perlindungan HAM dapat menentukan dan menetapkan kebijakan sesuai sesuai dengan
kondisi Indonesia saat ini.Dalam menentukan kebijakan perundang-undangan jangan
hanya melihat satu sisi saja.Karena terkadang undang-undang tentang HAM yang
berkaitan saat ini tidak mampu memberikan bantuan yang berarti bagi orang-orang
yang tertindas.
Daftar pustaka
Hidayat, komaruddin, 2008. Pendidikan
Kewarganegaraan (Civic Education), Jakarta: KENCANA PERDANA MEDIA GROUP
Widjaja, 2000. Penerapan Nilai-Nilai
Pancasila dan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta: RINEKA CIPTA
http://aangrapeialmudashir.files.wordpress.com/2009/12/iisi-makalah.pdf
Copy the BEST Traders and Make Money :
http://bit.ly/fxzulu