Minggu, 31 Januari 2016

Pancasila dalam Hak Asasi Manusia"




"Pancasila dalam Hak Asasi Manusia"
di
s
u
s
u
n
oleh:

Nama:khusnul khatimah.N
Nim: P07131115016

POLTEKKES KEMENKES ACEH
TAHUN AJARAN 2015-2016





KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya lah makalah ini dapat saya selesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “Pancasila sebagai Hak Asasi Manusia”, suatu bahasan yang sudah banyak diperbincangkan di masyarakat, namun terkadang masih banyak yang belum memahami secara mendasar apakah Hak Asasi Manusia (HAM) iu sendiri ?



BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
 Setiap individu terlahir ke dunia ini memiliki seperangkat hak-hak yang merupakan karunia Tuhan yang diberikan secara otomatis dimiliki oleh individu tersebut ketika ia terlahir ke dunia ini. Hal ini sifatnya sangat mendasar dan fundamental bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati, yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.
Dalam pengkajian tentang hak-hak asasi manusia, sejarah hak asasi manusia dimulai di Inggris dengan lahirnya Magna Charta (1215), yaitu perlindungan tentang kaum bangsawan dan gereja. Pada tahun 1776 di Amerika Serikat terdapat Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) yang di dalamnya memuat hak asasi manusia dan hak asasi warga Negara. Perkembangan selanjutnya adalah setelah Revolusi Perancis, di Perancis tuntutan tentang hak-hak asasi warga Negara dengan semboyannya kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan.
Pada abad ke-20 perkembangan lebih lanjut hak-hak asasi manusia tidak sekadar terbatas pada persamaan hak, hak atas kebebasan dan hak pilih saja, tetapi meluas dan berkembang meliputi bidang ekonomi (kesejahteraan) dan sosial budaya.Di Amerika Serikat sewaktu Presiden Roosevelt dikenal dengan kebebasan yaitu kebebasan berbicara, kebebasan memeluk agama, kebebasan dari rasa ketakutan dan kebebasan berkeinginan.
Setelah Perang Dunia II peristiwa yang penting dalam perkembangan hak-hak asasi manusia, adalah paham demokrasi (dari, oleh, untuk) rakyat dan peristiwa penting diakuinya hak-hak asasi manusia secara umum (universal), yaitu lahirnya “Universal Declaration of Human Rights” sebagai pernyataan umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, pada tangggal 10 Desember 1948 dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di Paris, yang memuat 30 pasal tentang hak-hak asasi manusia.
Pancasila baik sebagai dasar Negara maupun sebagai ideologi bangsa banyak mendapat sorotan. Pada tatanan faktual misalnya selalu digeneralisasi bahwa adanya penyimpangan-penyimpangan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, pelanggaran HAM dan bentuk lainnya seperti KKN, dianggap sebagai bukti ketidakberdayaan ideology Pancasila dalam mengatasi berbagai masalah bangsa yang timbul dalam era reformasi sekarang dan pengaruh kehidupan global. Pancasila juga mendapat sorotan dari para penulis dari berbagai disiplin ilmu.Meskipun demikian, pada dasarnya semua menyadari bahwa Pancasila memuat sejumlah nilai dasar (sistem nilai universal) yang melandasi HAM dan tidak dapat dipisahkan dari cita rakyat Indonesia.Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional.
Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. Dalam pemenuhan tentang HAM ini, kita harus ingat bahwa kita sebagai makhluk sosial tidak dapat menghindari untuk bersentuhan atau bersinggungan dengan kepentingan orang lain. Jangan sampai untuk memenuhi HAM pribadi masing – masing, orang sampai melakukan pelanggaran terhadap HAM orang lain. Karena itulah penulis tertarik untuk membahas tentang Hak Asasi Manusia.




BAB II PEMBAHASAN
2.1.1 Pengertian HAM
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Menurut UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatannya, serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.(Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
HAM memiliki beberapa ciri khusus, yaitu sebagai berikut:
a. Hakiki (ada pada setiap diri manusia sebagai makhluk Tuhan).
b. Universal, artinya hak itu berlaku untuk semua orang.
c. Permanen dan tidak dapat dicabut.
d. Tak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak.

Perkembangan tuntutan HAM berdasar tingkat kemajuan peradaban budaya dapat dibagi secara garis besar meliputi bidang sebagai berikut.
a.       Hak asasi pribadi (personal rights)
b.      Hak asasi di bidang politik (politic rights)
c.       Hak asasi di bidang ekonomi (economic and property rights)
d.      Hak asasi di bidang sosial budaya (social and cultural rights)
e.       Hak untuk memajukan ilmu dan teknologi
f.       Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights)
g.      Hak asasi di bidang HANKAM (defense and security rights)

2.1.2 Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:

1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.


2.2 Sejarah dan Perkembangan HAM
Sejarah dan perkembangan mengenai HAM sudah ada dari dahulu, dimulai dari pemikiran – pemikiran tentang HAM pasca Perang Dunia II yang dibagi ke dalam empat generasi, yaitu :
1. Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
2. Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia.Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
3. Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan.Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
4. Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government
Dari pemikiran – pemikiran tersebut, nantinya akan menghasilkan hal – hal penting mengenai perkembangan HAM di dunia. Hal – hal tersebut yaitu

1. Magna Charta (1215) Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum ( Mansyur Effendi, 1994 ).

2. Declaration of Independence of The United States (1776) Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.

3. Declaration des Droits de Il ‘Homme et du Ctoyen (1789) Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.

4. Atlantic Charter (1941) Atlantik Charter muncul setelah perang dunia ke II oleh F.D. Roosevelt. Pada Atlantic Charter terdapat empat hak kebebasan utama yang harus dimiliki oleh setiap orang tanpa terkecuali, yang disebut The Four Freedom, yaitu :
a. Hak untuk memiliki kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat,
b. Hak untuk memiliki kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya,
c. Hak untuk memiliki kebebasan dari kemiskinan, yang dapat diartikan bahwa setiap bangsa berhak untuk berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, d. Hak untuk memiliki kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap negara lain ( Mansyur Effendi,1994).

5. Universal Declaration of Human Rights (1948) Merupakan deklarasi yang diumumkan oleh PBB, mengenai hak – hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Deklarasi ini terdiri dari 30 pasal yang mengatur mengenai hak – hak tersebut. Sementara itu, untuk perkembangan HAM di Indonesia dapat digolongkan menjadi :

1. Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
2. Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu :

i. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945
ii. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat
iii. Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950
iv. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945

2.3 Implementasi HAM dalam Pancasila
HAM merupakan salah satu contoh dari penerapan pancasila sila kedua.Maksudnya disini adalah bagaimana HAM benar-benar dilaksanakan dan dijunjung tinggi dengan tetap berpegang pada pernyataan pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Di dalam kehidupan bangsa, manusia mempunyai kedudukan sebagai warga masyarakat dan warga negara. Oleh karena itu, mereka berhak untuk memiliki suatu kedudukan (harkat, martabat, dan drajat) yang sama. Sila kedua pancasila ini mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang mengakui adanya harkat dan martabat manusia, mengakui bahwa semua manusia adalah bersaudara, mengakui bahwa setiap manusia berhak diperlakukan secara adil, dan pengakuan bahwa setiap manusia wajib mengembangkan kehidupan bersama yang semakin berbudaya (beradab).
Peraturan pelaksanaan hak asasi manusia berbentuk peraturan perundang-undangan yang bersumber pada pancasila.Dalam pelaksanaannya, hak asasi perlu dilindungi dengan pelaksanaan kewajibannya.Setiap orang mempunyai hak asasi. Sesuai dengan ajaran hak asasi dalam berbagai peraturan yang berlaku, hak asasi manusia tidak dapat dilaksanakan secara mutlak sebab kalau dilaksanakan secara mutlak maka akan melanggar hak asasi orang lain. Jadi batas pelaksanaan hak asasi adalah hak milik orang lain.
.
Implementasi HAM dapat dipahami secara benar maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya HAM dalam kehidupan sosial maupun kehidupan individu yang tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari, upaya tersebut harus diupayakan secara terus menerus ke setiap orang sedini mungkin melalui pendidikan HAM baik pendidikan formal maupun non formal. Implementasi HAM tidak hanya disadari dengan pikiran tetapi harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh agar tercipta keseimbangan hidup di dalam masyarakat.

2.4 Prinsip HAM dalam Sila-sila dari Pancasila
The founding fathers setelah melakukan perenungan yang dalam dan panjang akhirnya menyepakati, menetapkan serta mengesahkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar dan ideologi Negara pada 18 Agustus 1945.sumber bahan dan nilai Pancasila digali dari diri bangsa Indonesia sendiri.
 Nilai yang terkandung dalam lima sila Pancasila, menurut Hamid Attamimi (BP-7 Pusat, 1993:69) memiliki fungsi konstruktif dan regulatif. Fungsi konstruktif mengandung arti bahwa Pancasilalah yang menentukan apakah tata hukum Indonesia merupahan tata hukum yang benar.Pancasila di sini merupakan dasar suatu tata hukum, yang tanpa itu suatu tata hukum kehilangan arti dan makna sebagai hukum.Pancasila juga memiliki fungsi regulatif yang menentukan apakah hukum positif yang berlaku di Indonesia merupakan hukum yang adil atau tidak.
Bila mengacu kepada fungsi konstruktif dan regulatif dari Pancasila, maka menjadi catatan kita bersama bahwa setiap proses perumusan perundang-undangan (termasuk di dalamnya UU tentang HAM), para perumus harus selalu menjadikan nilai-nilai universal dan bahkan nilai lokal yang terkandung dalam Pancasila sebagai acuannya.
Sistem nilai universal dari Pancasila yang melandasi HAM adalah
(a) nilai religius atau ketuhanan,
(b) nilai kemanusiaan,
(c) nilai persatuan,
(d) nilai kerakyatan, dan
(e) nilai keadilan.

Nilai religius (ketuhanan) yang diamanatkan dalam sila pertama, dapat dikatakan merupakan suatu keunikan dalam penyelenggaraan Negara RI dibandingkan dengan Negara-negara Barat misalnya, yang tentunya berangkat dari kondisi masyarakat Indonesia sendiri.Ide tentang HAM bagi bangsa Indonesia adalah HAM yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan.Karena HAM bersumber dari nilai-nilai ketuhanan sehingga HAM yang dikembangkan tidak menyalahi aturan yang ditetapkan Tuhan.
 Manusia dengan menempatkan dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, maka pada dasarnya manusia itu, termasuk manusia yang menyelenggarakan kekuasaan tidak akan berarti apapun dalam kehidupannya tanpa kekuasaanNya, sebab di depan Tuhan semua manusia sama.
Harkristuti Harkrisnowo (2002: 5), merinci kerangka pikiran utama yang dapat ditarik dari sila pertama Pancasila dalam kaitannya dengan HAM (termasuk kaitannya dengan hukum) adalah:
a. Negara berkewajiban untuk menjamin hak dan kebebasan dasar pada setiap individu untuk beragama secara bebas.
b. Ketentuan perundang-undangan harus selalu mengacu pada nilai-nilai ke-Tuhan-an yang universal
c. Semua individu dalam Negara memiliki hak yang asasi untuk memilih dan menjalankan ibadahnya sesuai dengan apa yang ia percaya, dan tiada apapun yang dapat memaksanya untuk memilih dan menjalankan ibadahnya tersebut.

Kemanusaiaan yang adil dan beradab sebagai sila kedua Pancasila mengandung nilai kemanusiaan, yaitu pengakuan terhadap adanya martabat manusia dengan segala hal asasinya yang harus dihormati oleh siapapun, dan perlakuan yang adil terhadap sesama manusia. Pengertian manusia beradab adalah manusia yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan iman, sehingga nyatalah bedanya dengan makhluk lain (Suhadi, 2003: 42). Nilai-nilai kemanusiaan ini merupakan sumber nilai bagi HAM. Tanpa nilai kemanusiaan, HAM akan mengakibatkan manusia ke luar dari jatidirinya sebagai manusia. Untuk itu, kemanusiaan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia adalah berkeadilan dan berkeadaban.Karena itu perwujudan HAM harus meningkatkan keadilan dan peradaban manusia.Sila kedua Pancasila inilah yang melandasi sejumlah hak dan kebebasan mendasar bagi seluruh individu yang berada dalam wilayah Indonesia.
Prinsip yang terkandung dalam sila kedua Pancasila menjadi landasan untuk berperilaku terhadap sesama (Harkristuti Harkrisnowo, 2002:8), yang pada dasarnya antara lain adalah:
a. Setiap individu memiliki kebebasan mendasar yang dijamin Negara dan hanya dibatasi oleh kebebasan orang lain.
b. Setiap individu harus diberlakukan sama oleh Negara tanpa melihat asal-usul biologis maupun sosialnya.
c. Hak atas hidup yang berkualitas, hak atas rasa aman dari ancaman, serangan atau derita apapun dimiliki oleh setiap individu.
d. Setiap individu harus dilindungi dan berhak untuk tidak disiksa secara psikis maupun psikologis dan pejabat publik.

Sila ketiga pancasila yakni persatuan Indonesia mengandung nilai-nilai persatuan bangsa. Nilai persatuan yang ada disesuaikan dengan nilai-nilai ke-Indonesia-an. Nilai persatuan yang dimaksud adalah kondisi dinamis untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan secara terus menerus dari bangsa Indonesia yang sangat heterogen, baik dari segi ras, suku, agama, tingkat ekonomi maupun keyakinan politik. Sila ketiga Pancasila inilah yang membuahkan kerangka pikir, misalnya penghormatan kepada setiap perbedaan yang ada, penghormatan pada hukum dan masyarakat adat, harmoni dan keseimbangan.
Kerakyatan yang dipimpin olah hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, sebagai sila keempat pancasila, merupakan asas yang menghasilkan seperangkat nilai yang menjadi landasan kehidupan sebagai warga Negara dalam pemerintahan, yang dirumuskan dalam hak untuk turut serta dalam pemerintahan. Manusia Indonesia sebagai warga Negara dan warga masyarakat mempuyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Di dalam menyelesaikan masalah bersama diutamakan musyawarah dengan melibatkan seluruh komponen ikut berpartisipasi dalam masalah tersebut.
Pada dasarnya asas yang dianut dalam sila keempat Pancasila adalah mengutamakan partisipasi publik yang merupakan salah satu unsur dalam kerangka Good Governance. Implikasinya adalah bahwa dalam proses pengambilan keputusan, publik harus dilibatkan untuk menyuarakan aspirasi mereka.
Sila kelima pancasila di dalamnya terkandung nilai – nilai keadilan sosial, antara lain berupa
(a) perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat meliputi seluruh rakyat Indonesia,
(b) keadilan dalam kehidupan social terutama meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, serta pertahanan keamanan, dan
(c) cita-cita masyarakat adil makmur material dan spiritual secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia,
(d) adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang lain, dan
(e) cinta akan kemajuan dan pembangunan.

Nilai keadilan harus menjadi dasar dalam pembangunan HAM karena tanpa keadilan HAM akan menjadi manusia kehilangan jati dirinya sebagai manusia. Menjadilah ia bertindak sewenang-wenang dan melanggar HAM manusia lainnya. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung elemen keadilan yang sebenarnya lebih dari sekedar keadilan menurut hukum (legal justice).
Sila kelima Pancasila ini menurut Harkristuti Harkrisnowo (2002:10), membawa ke depan sejumlah landasan pikir bagi semua komponen yang menyangkut antara lain:
a. Hak atas pendidikan, pekerjaan, perumahan yang layak bagi setiap insan
b. Hak atas keadilan hukum yang didasarkan pada asas persamaan di muka hukum.
c. Adannya mekanisme hukum yang memastikan bahwa keadilan diberikan pada setiap insan.






2.5 Upaya Penegakan HAM

Untuk menjaga penegakkan HAM, maka dibutuhkan suatu lembaga yang memantau proses penegakkan HAM. Di dalam PBB sendiri terdapat beberapa badan yang mengatur tentang penegakkan HAM secara internasional. Hal ini membuat Indonesia membangun suatu mekanisme penegakkan HAM untuk mengawasi proses penegakkan HAM di Indonesia. Berikut ini adalah lembaga – lembaga ( internasional dan nasional ) yang mengawasi proses penegakkan HAM di dunia internasional :
1. Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights Agen PBB yang bekerja untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia yang dijamin di bawah hukum internasional dan ditetapkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 2. United Nations Security Council Salah satu organ utama Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertugas memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Kekuasaannya, yang diatur dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk pembentukan operasi penjaga perdamaian , pembentukan sanksi internasional, dan memiliki otorisasi tindakan militer. Kekuasaan tersebut telah ditinjau melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB Resolusi.
3. United Nations Human Rights Council Badan antar-pemerintah dalam Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bertindak sebagai penghubung ke Komisi PBB tentang Hak Asasi Manusia dan sebagai bagian dari Majelis Umum PBB. Dalam menjalankan pekerjaannya badan ini bekerja sama dengan Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia dan melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa
4. International Criminal Court Pengadilan yang berfungsi untuk menuntut individu-individu yang melakukan tindakan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi.
5. OSCE Representative on Freedom of the Media Pengawas dalam bidang perkembangan media di 56 negara anggota yang berpartisipasi di OSCE ( Organization for Security and Cooperation in Europe ). Perwakilan akan memberikan peringatan dini apabila terjadi pelanggaran kebebasan berekspresi dan akan melanjutkan ke perwakilan OSCE sesuai dengan prinsip-prinsip dan komitmen tentang kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
6. UNESCO Sebuah badan khusus PBB yang didirikan pada tanggal 16 November 1945.
Bada ini memiliki tujuan untuk memberikan kontribusi pada perdamaian dan keamanan internasional dengan mempromosikan melalui kolaborasi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya dalam rangka mensosialisasikan hormat kepada keadilan, aturan hukum, dan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar seperti yang dinyatakan dalam Piagam PBB. Badan ini merupakan perwujudan dari Liga Bangsa-Bangsa pada bagian Komisi Kerjasama dalam bidang Intelektual

            Dalam lingkup nasional juga terdapat beberapa lembaga yang mengawasi proses penegakkan HAM, diantaranya :
1. Mahkamah Konstitusi Lembaga tinggi negara ini dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
            Menurut Undang – Undang Mahkamah Konstitusi memiliki tugas sebagai berikut :

a. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum

b. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
           
            Pada dasarnya, secara strict wewenang Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap konstitusi merupakan uji konstitusionalitas sehingga dikenal sebagai constitutional review. Dalam pelaksanaannya di Indonesia, dan berbagai negara, uji konstitusionalitas itu disandarkan kepada suatu alas hak (legal standing) bahwa undang-undang yang diuji telah merugikan hak dan/atau wewenang konstitusional pemohon constitutional review. Rumusan ini perlu sedikit dijelaskan.Pertama, dirumuskan sebagai “hak dan atau wewenang”.Wewenang konstitusional lebih terkait dengan kewenangan lembaga negara yang berhak pula untuk memohon constitutional review terhadap undang-undang dalam hal suatu undang-undang dinilai bertentangan dengan konstitusi (dalam hal ini menyangkut kewenangan lembaga negara pemohon pengujian).Kedua, hak konstitusional lebih dekat dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia bagi warga negara.
            Secara kategoris, jaminan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945 mencakup hak-hak sosial-politik, hak-hak kultural dan ekonomi, hak-hak kolektif, hak atas pembangunan dan lain-lain. Jaminan hak asasi manusia dalam UUD RI tersebar dalam sejumlah pasal antara lain 18B (2), 26, 27-28, 28A-28J (Bab XA), 29 (Bab Agama), 31-32 (Bab Pendidikan dan Kebudayaan), 33-34 (Bab Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial), 30 (Bab Pertahanan dan Keamanan).Jadi, pengaturan konstitusional mengenai hak asasi manusia tidak terbatas pada Bab XA tentang HAM.Di sini perlu diberikan catatan tentang perumusan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945.
            Pertama, pada umumnya hak tersebut dirumuskan sebagai hak setiap orang atau individual rights. Hanya beberapa hak saja yang dirumuskan sebagai hak warga negara, misalnya tentang kesempatan yang sama dalam pemerintahan, hak dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, dan hak memperoleh pendidikan (berturut-turut lihat Pasal 28D ayat (3), Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1) UUD 1945).
            Kedua, perbedaan perumusan ini membawa implikasi. Perumusan hak asasi manusia sebagai hak perseorangan (individual) berarti memberi peluang untuk dijamin dalam sistem hukum manapun (berdasarkan prinsip universalitas hak asasi manusia), meskipun peluang ini dapat terhalang oleh ketentuan prosedural hukum acara yang hanya memberi akses peradilan nasional kepada warga negara. Di sisi lain, perumusan hak-hak konstitusional sebagai hak warga negara hanya terbatas bagi warga negara yang bersangkutan (bukan sebagai hak semua orang).
            Ketiga, meskipun dirumuskan sebagai hak asasi manusia tetapi pelaksanaan hak konstitusional tertentu memang terkait dengan hubungan konstitusional (constitutional and political relations) pemegang hak yang bersangkutan dengan konstitusi dan negara. Ini mencakup, misalnya, hak untuk memperoleh kesempatan yang sama (equal opprtunity and treatment) di muka pemerintahan. Sebagai hak asasi manusia, hak seperti ini hanya dapat dipenuhi kepada warga negara. Begitu pula, “hak konstitusional” untuk menikmati kewajiban negara dalam menyediakan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) maupun APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), merupakan hak warga negara (perhatikan bahwa besaran anggaran merupakan pilihan politik dan hanya beberapa negara yang menentukan besaran tersebut).
            Dalam konteks pemahaman di atas, beberapa hak telah secara meyakinkan “ditegakkan” (dalam arti dikabulkan) melalui Putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang.Beberapa contoh dikemukakan di sini.
            Pertama, hak politik eks-PKI dan tahanan politik untuk menyalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam Putusan No. 11-017/PUU-I/2003 (pengujian UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD).
            Kedua, hak sipil berupa larangan penerapan Undang-Undang Anti Terorisme 2001 secara retroaktif dalam Putusan No. 013/PUU-I/2003 (pengujian UU No. 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme untuk kasus Bom Bali). Hak yang ditegakkan melalui putusan merupakan hak yang secara konstitusional termasuk kategori “tak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun”.
            Ketiga, dalam kaitan ini perlu disebut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-IV/2006 (pengujian UU No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi).Dua hal yang kontradiktif perlu dicermati dari putusan ini.Pembatalan ketentuan pemberian amnesti terhadap pelanggaran berat hak asasi manusia (gross violation of human rights), yang terdapat dalam UU KKR 2004, memang sesuai dengan rezim hak asasi manusia internasional. Tetapi, di sisi lain, keberadaan ketentuan tersebut tidak dengan cukup menjadi dasar untuk menihilkan keseluruhan UU KKR 2004 maupun makna KKR dalam penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.
            Keempat, hak sipil dan politik tentang kebebasan berpendapat dalam kaitan dengan penghinaan terhadap kepala negara di dalam Putusan No. 013-022/PUUIV/2006 (pengujian Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHP).
            Kelima, hak sosial-kultural dalam Putusan No. 011/PUU-III/2005 (pengujian UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Putusan ini membatalkan penjelasan UU Sisdiknas 2003 yang menentukan bahwa anggaran pendidikan sebesar 20 persen dalam APBN dan APBD dipenuhi secara bertahap. Tidak semua putusan yang dicontohkan di atas berdampak langsung dalam kenyataan sosiologis, meskipun putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Legal efficacy putusan sering ditentukan dalam putusan yang bersangkutan, misalnya hak eks-PKI dan tapol tidak berlaku meskipun putusan dijatuhkan sebelum Pemilu 2004, dan terutama karena terdapat ketentuan bahwa undang-undang yang diuji tetap berlaku sebelum dibatalkan dan dipandang sebagai prinsip bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tidak bersifat retroaktif.
            Sebagai lembaga yang diamanatkan oleh Perubahan Ketiga UUD 1945 (tahun 2001) dan baru bekerja sejak akhir tahun 2003, mekanisme nasional penegakan hak asasi manusia oleh Mahkamah Konstitusi masih harus ditunggu kecenderungannya.Selain itu, pengujian undang-undang pun belum merupakan tradisi yang mapan dan kehidupan konstitusional yang baru, pascaamandemen konstitusi, masih dalam tahap pembentukan.

2. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
            Komnas HAM dibentuk melalui Keppres No. 5 Tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993. Enam tahun kemudian, atau dua tahun setelah pemerintahan Soeharto jatuh, dasar hukum dirubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih kuat, yaitu Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang ini juga memberi wewenang yang lebih kuat pada lembaga tersebut. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 75 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999, Komnas HAM memiliki mandat untuk :
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia, baik yang ada dalam perangkat hukum nasional maupun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Piagam PBB,
2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan
            Untuk mencapai tujuan tersebut, Komnas HAM melakukan empat (4) fungsi pokok, yaitu  a. Pemantauan,
b. Penelitian/pengkajian,
c. Mediasi,
d. Pendidikan

Sejak itu pelaksanaan empat fungsi tersebut dibagi dalam 4 sub komisi yaitu :
i. Sub Komisi Pemantauan,
ii. Sub Komisi Penyuluhan,
iii. Sub Komisi Pengkajian/Penelitian, dan
iv. Sub Komisi Mediasi

Dalam hubungan keluar Komnas HAM bertindak sebagai satu kesatuan dan anggota sub komisi dapat bertugas di sub komisi yang lain.

3. Pengadilan Hak Asasi Manusia
4. Pengadilan HAM Ad Hoc
5. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
6. Komisi Perlindungan Anak Indonesia
            Lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (yang selanjutnya akan disebut dengan KPAI) dibentuk untuk merespon berbagai laporan tentang adanya kekerasan, penelantaran dan belum terpenuhinya hak-hak dasar anak di Indonesia. Keputusan politik untuk membentuk KPAI juga tidak dapat dilepaskan dari dorongan dunia internasional.Komunitas internasional menyampikan keprihatinan mendalam atas kondisi anak di Indonesia.Banyaknya kasus pekerja anak, anak dalam area konflik, pelibatan anak dalam konflik senjata (childs soldier) seperti yang terjadi di Aceh, tingginya angka putus sekolah, busung lapar, perkawinan di bawah umur, trafficking, dan lain sebagainya telah memantik perhatian komunitas internasional untuk menekan pemerintah Indonesia agar membuat lembaga khusus yang bertugas memantau kondisi perlindungan anak di Indonesia. KPAI memiliki tugas sebagai berikut :

a. melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak,
b. memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.

            KPAI terdiri dari 9 orang berupa 1 orang ketua, 2 wakil ketua, 1 sekretaris, dan 5 anggota yang terdiri dari unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak.

7. Komisi Nasional Perempuan
            Institusi hak asasi manusia yang dibentuk oleh negara untuk merespon isu hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia, khususnya isu kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan didirikan pada tahun 1998 berdasarkan Keputusan Presiden No. 181 tahun 1998, sebagai jawaban pemerintah atas desakan kelompok perempuan terkait dengan peristiwa yang dikenal sebagai tragedi Mei 1998--di mana terjadi perkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa di beberapa daerah di Indonesia. Pada saat itu, negara dianggap telah gagal memberi perlindungan kepada perempuan korban kekerasan.Oleh karena itu, negara, dalam hal ini pemerintah yang diwakili oleh Presiden RI, Habibie, menganggap bahwa negara harus bertanggung jawab kepada korban dan kemudian melakukan upaya yang sistematis untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 181 tahun 1998 yang diperbaharui dalam Peraturan Presiden (PerPres) No. 65 tahun 2005, maka keberadaan Komnas Perempuan bertujuan untuk :
a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi perempuan di Indonesia,

b. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

            Dalam mencapai tujuan tersebut, Perpres No. 65 tahun 2005 meletakkan 5 tugas yang harus dijalankan oleh Komnas Perempuan, yang meliputi penyebarluasan pemahaman, kajian dan penelitian, pemantauan, rekomendasi dan kerjasama regional dan internasional dengan penjabaran sebagai berikut:

1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan (KTP) Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan serta penghapusan segala bentuk KTP,

2. Melakukan Kajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku serta berbagai instrumen internasional yang berlaku serta instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan hak asasi manusia perempuan,

3. Melaksanakan pemantauan termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian tentang segala bentuk KTP dan pelanggaran hak asasi manusia perempuan serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah – langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan,

4. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif dan yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya – upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk KTP Indonesia serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia perempuan,

5. Mengembangkan kerjasama regional dan internasional guna meningkatkan upaya – upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk KTP Indonesia serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia perempuan.


8. Komisi Ombudsman Nasional

            Terbentuknya Komisi Ombudsman Nasional tidak didasari secara khusus oleh semangat untuk melindungi, menegakkan dan memenuhi hak-hak asasi warga negara Indonesia.Kemunculan Komisi Ombudsman Nasional lebih didasari oleh semangat reformasi yang bertujuan menata kembali perikehidupan berbangsa dan bernegara serta dalam rangka melakukan reformasi birokrasi yang telah mandeg selama puluhan tahun.
            Semangat untuk melakukan reformasi birokrasi inilah yang sangat terasa dan pada saat dimunculkannya Komisi Ombudsman Nasional sedang menjadi pembicaraan meluas di kalangan masyrakat.Walaupun tidak serta merta tujuan perlindungan hak asasi manusia tidak ada, namun secara formal dibentuknya Komisi Ombudsman Nasional lebih dikarenakan tuntutan reformasi birokrasi. Dilihat dari mekanisme pertanggung jawabannya, ombudsman dapat dibedakan menjadi :
1. Ombudsman Parlementer, yaitu Ombudsman yang dipilih pleh parlemen dan bertanggungjawab (laporan) kepada Parlemen.
2. Ombudsman Eksekutif, yaitu Ombudsman yang dipilih oleh Presiden, Perdana Menteri atau Kepala Daerah, dan bertanggungjawab (laporan) kepada Presiden, Perdana Manteri atau Kepala Daerah.

Komisi Ombudsman, memiliki tujuan :
 a. Membantu menciptakan dan/atau mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

b. meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan dan kesejahteraan secara lebih baik.

Tujuan tersebut diharapkan akan tercapai dengan cara :
1. Melakukan sosialisasi dan diseminasi pemahaman mengenai lembaga Ombudsman kepada masyarakat luas,
2. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Instansi Pemerintah, Perguruan Tinggi, lembaga Swadaya Masyarakat, Para Ahli, Praktisi, Organisasi Profesi dan lain-lain,
3. Melakukan langkah untuk menindaklanjuti laporan atau informasi mengenai terjadinya penyimpangan oleh penyelenggaraan negara dalam melaksanakan tugasnya maupun dalam memberikan pelayanan umum,
 4. Mempersiapkan konsep Rancangan Undang-Undang tentang Ombudsman Nasional.

 2.6 Praktik Pelanggaran HAM di Indonesia

            Pendekatan pembangunan yang mengutamakan "Security Approach" selama lebih kurang 32 tahun orde baru berkuasa "Security Approach" sebagai kunci menjaga stabilitas dalam rangka menjaga kelangsungan pembangunan demi pertumbuhan ekonomi nasional. Pola pendekatan semacam ini, sangat berpeluang menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah, karena stabilitas ditegakan dengan cara-cara represif oleh pemegang kekuasaan.
           
2.7 Masalah yang Dihadapi dalam Penegakan HAM
            Masalah HAM merupakan masalah yang kompleks, setidak-tidaknya ada tiga masalah utama yang harus dicermati dalam membahas masalah HAM, antara lain:
             Pertama, HAM merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena
(1) topik HAM merupakan salah satu di antara tiga masalah utama yang menjadi keprihatinan dunia. Ketiga topik yang memprihatinkan itu antara lain: HAM, demokratisasi dan pelestarian lingkungan hidup.
(2) Isu HAM selalu diangkat oleh media massa setiap bulan Desember sebagai peringatan diterimanya Piagam Hak Asasi Manusia oleh Sidang Umum PBB tanggal 10 Desember 1948.
(3) Masalah HAM secara khusus kadang dikaitkan dengan hubungan bilateral antara negara donor dan penerima bantuan.Isu HAM sering dijadikan alasan untuk penekanan secara ekonomis dan politis.

            Kedua, HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme dan partikularisme.Paham universalisme menganggap HAM itu ukurannya bersifat universal diterapkan di semua penjuru dunia.Sementara paham partikularisme memandang bahwa setiap bangsa memiliki persepsi yang khas tentang HAM sesuai dengan latar belakang historis kulturalnya, sehingga setiap bangsa dibenarkan memiliki ukuran dan kriteria tersendiri.

            Ketiga, Ada tiga tataran diskusi tentang HAM, yaitu
 (1) tataran filosofis, yang melihat HAM sebagai prinsip moral umum dan berlaku universal karena menyangkut ciri kemanusiaan yang paling asasi.
 (2) tataran ideologis, yang melihat HAM dalam kaitannya dengan hak-hak kewarganegaraan, sifatnya partikular, karena terkait dengan bangsa atau negara tertentu.
 (3) tataran kebijakan praktis sifatnya sangat partikular karena memperhatikan situasi dan kondisi yang sifatnya insidental.


            Masalah HAM juga diatur dalam Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.Pada bagian pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia, terdiri dari pendahuluan, landasan, sejarah, pendekatan dan substansi, serta pemahaman hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia. Pada bagian Piagam Hak Asasi Manusia terdiri dari pembukaan dan batang tubuh yang terdiri dari 10 bab 44 pasal. Pada pasal-pasal Piagam HAM ini diatur secara eksplisit antara lain:
1. Hak untuk hidup
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak mengembangkan diri
4. Hak keadilan
5. Hak kemerdekaan
6. Hak atas kebebasan informasi
7. Hak keamanan
8. Hak kesejahteraan
9. Kewajiban menghormati hak orang lain dan kewajiban membela negara
10. Hak perlindungan dan pemajuan.

 2.8 Upaya Pencegahan Pelanggaran HAM di Indonesia

1. Pendekatan Security yang terjadi di era orde baru dengan mengedepankan upaya represif menghasilkan stabilitas keamanan semu dan berpeluang besar menimbulkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia tidak boleh terulang kembali, untuk itu supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan, pendekatan hukum dan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini terbukti tidak memuaskan masyarakat, bahkan berdampak terhadap timbulnya berbagai pelanggaran hak asasi manusia, untuk itu desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan, otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjutkan dan dilakukan pembenahan atas segala kekurangan yang terjadi.

3. Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa menjadi pelayan masyarakat dengan cara mengadakan reformasi di bidang struktural, infromental, dan kultular mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan public untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah.

4. Perlu penyelesaian terhadap berbagai Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal di tanah air yang telah melahirkan berbagai tindakan kekerasan yang melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama kelompok masyarakat dengan acara menyelesaikan akar permasalahan secara terencana, adil, dan menyeluruh.

5. Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang sama bagi semua hak asasi manusia di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan bidang lainnya, termasuk hak untuk hidup, persamaan, kebebasan dan keamanan pribadi, perlindungan yang sama menurut hukum, bebas dari diskriminasi, kondisi kerja yang adil.

6. Anak sebagai generasi muda penerus bangsa harus mendapatkan manfaat dari semua jaminan hak asasi manusia yang tersedia bagi orang dewasa. Anak harus diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang memudahkan mereka berintraksi di dalam masyarakat, anak tidak boleh dikenai siksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, pemenjaraan atau penahanan terhadap anak merupakan tindakan ekstrim terakhir, perlakuan hukum terhadap anak harus berbeda dengan orang dewasa, anak harus mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana fisik dan psikologis yang memungkinkan anak berkembang secara normal dan baik, untuk itu perlu dibuat aturan hukum yang memberikan perlindungan hak asasi anak, setiap pelanggaran terhadap aturan harus ditegakan secara professional tanpa pandang bulu.

7. Supremasi hukum harus ditegakan, sistem peradilan harus berjalan dengan baik dan adil, para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan kepadanya dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat pencari keadilan, memberikan perlindungan kepada semua orang dari perbuatan melawan hukum, menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakan hukum.

8. Perlu adanya kontrol dari masyarakat (Social control) dan pengawasan dari lembaga politik terhadap upaya-upaya penegakan hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah.



BAB III PENUTUP
 3.1 Kesimpulan
1. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir.Ciri pokok hakikat HAM yaitu HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi, HAM berlaku untuk semua orang, dan HAM tidak bisa dilanggar.
2. Hal – hal penting mengenai perkembangan HAM di dunia, seperti magna charta, Declaration of Independence of The United States, Declaration des Droits de Il ‘Homme et du Ctoyen, Atlantic Charter, Universal Declaration of Human Rights, ternyata dihasilkan dari pemikiran-pemikiran mengenai perkembangan HAM terdahulu yang dibagi ke dalam empat generasi.
3. HAM merupakan salah satu contoh dari penerapan pancasila sila kedua.Hak asasi manusia dalam pancasila harus selalu ada keserasian atau keseimbangan antara hak dan kewajiban itu sesuai dengan hakikat kehidupan manusia.
4. Prinsip HAM dilandasi oleh system nilai universal dalam Pancasila yaitu (a) nilai religius atau ketuhanan, (b) nilai kemanusiaan, (c) nilai persatuan, (d) nilai kerakyatan, dan (e) nilai keadilan.5. Upaya penegakan HAM dilaksanakan oleh lembaga internasional maupun lembaga nasional. Lembaga internasional misalnya Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights, United Nations Security Council, United Nation Human Rights Council, International Criminal Court, dll. Dan lembaga nasional misalnya Mahkamah Konstitusi, Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Ombudsman Nasional, dll.
6. Pelanggaran HAM di Indonesia masih sering terjadi.Hal ini menunjukkan bahwa instrumentasi tentang HAM belum mampu melindung warga Negara.
7. Masalah utama yang dihadapi dalam penegakan HAM yaitu HAM merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme dan partikularisme, serta ada tiga tataran diskusi tentang HAM.
8. Upaya pencegahan pelanggaran HAM di Indonesia dilaksanakan dengan pendekatan security, desentralisasi melalui otonomi daerah, penegakan supremasi hukum, kontrol dari masyarakat (Social control), dll.


 3.2 Saran
            Dengan demikian, segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, bahkan moral negara, politik Negara, pemerintahan Negara, hokum dan peraturan perundang-undangan Negara, kebebasan dan hak asasi warga Negara, harus dijiwai dengan nilai-nilai Pancasila dan sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lainjangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan diinjak-injak oleh orang lain. Diharapkan juga kepada pemerintah dan instansi yang berkaitan dengan perlindungan HAM dapat menentukan dan menetapkan kebijakan sesuai sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini.Dalam menentukan kebijakan perundang-undangan jangan hanya melihat satu sisi saja.Karena terkadang undang-undang tentang HAM yang berkaitan saat ini tidak mampu memberikan bantuan yang berarti bagi orang-orang yang tertindas.




Daftar pustaka
Hidayat, komaruddin, 2008. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Jakarta: KENCANA PERDANA MEDIA GROUP
Widjaja, 2000. Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta: RINEKA CIPTA
http://aangrapeialmudashir.files.wordpress.com/2009/12/iisi-makalah.pdf Copy the BEST Traders and Make Money :
http://bit.ly/fxzulu

1 komentar:

  1. Online Baccarat - Wolverione
    Online Baccarat – Online Baccarat. The game is played by a 바카라 single player or on a computer 제왕카지노 in 샌즈카지노 a setting. There are two versions available on each hand,

    BalasHapus